Dakwah dalam Kajian Pola Komunikasi Lintas Budaya
Dakwah dalam Kajian Pola Komunikasi Lintas Budaya
Disusun Oleh :
Sheila Machmuda (B01219051)
Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya
2021
ABSTRAK
Masyarakat Indonesia merupakan suatu
masyarakat majemuk yang memiliki keaneragaman didalam berbagai aspek kehidupan.
Keaneragaman Indonesia itulah seseorang dapat hidup bersama dengan lingkungan
dan kebudayaan yang berbeda. Oleh karena itu, seseorang harus belajar
beradaptasi dengan masyarakat, lingkungan, serta memahami kebudayaannya. Dalam
komunikasi antarbudaya perlu mempelajari beberapa yang harus diperhatikan, hal
ini diutarakan oleh Devito, pertama adalah orang yang berbeda budaya
akan berbeda pula cara berkomunikasi, kedua perilaku mereka akan
tergantung dari mana budayanya, ketiga cara pandang kita mengenai orang yang
berbeda budaya yang mungkin tidak ada kaitanya dengan cara kita dalam
berperilaku. Mempelajari komunikasi antarbudaya adalah wajib karena itu
merupakan tiket untuk kita agar mampu beradaptasi di manapun kita berada,
terutama di Indonesia di mana berbagai suku dan budaya hidup berdampingan.
Selain itu, kita sebagai pendakwah harus memahami tempat, budaya, kebiasaan dan
bahasa objek dakwahnya karena hal tersebut menentukan kesuksesan dakwah yang
dilakukan.
Kata
Kunci : Dakwah, Komunikasi Antarbudaya, Pola
PEMBAHASAN
Dakwah dipahami sebagai seruan, ajakan,
dan panggilan dalam rangka membangun masyarakat Islami berdasarkan kebenaran
ajaran Islam yang hakiki. Dengan kata lain, dakwah merupakan upaya atau
perjuangan untuk menyampaikan ajaran agama yang benar kepada umat manusia
dengan cara yang simpatik, adil, jujur, tabah dan terbuka, serta menghidupkan
jiwa mereka dengan janji-janji Allah SWT tentang kehidupan yang membahagiakan,
serta menggetarkan hati mereka dengan ancaman Allah SWT terhadap segala
perbuatan tercela, melalui nasehat dan peringatan. Komunikasi dan dakwah tidak
bisa dipisahkan. Karena dakwah adalah aktifitas berkomunikasi. Namun lebih
khusus komunikasi tentang agama islam, penyebaran islam, dan juga anjuran baik
dan buruk. Pada hakikatnya komunikasi adalah proses pernyataan manusia, yang
dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam “bahasa” komunikasi
pernyataan dinamakan pesan (message). Sama halnya seperti komunikasi
antar budaya merupakan proses komunikasi yang pembedanya terletak pada latar
belakang budaya antara komunikator dan komunikan yang berbeda. Maka disini,
komunikasi antarbudaya adalah proses komunikasi diantara dua latar belakang
budaya yang berbeda. Dalam konteks individu diartikan sebagai komunikasi antar
dua kepribadian (individu) yang mempunyai perbedaan kebiasaan.
Menurut DeVito, mengatakan bahwa kita akan
dapat memahami komunikasi antarbudaya dengan menelaah prinsip-prinsip umumnya diturunkan
dari teori-teori komunikasi yang sekarang diterapkan untuk komunikasi
antarbudaya, yaitu :
1. Relativitas Bahasa
Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran dan
perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Dikarenakan
bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan
strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan
bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir
tentang dunia.
2. Bahasa Sebagai Cermin Budaya
Makin besar perbedaan budaya, makin besar perbedaan
komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin
besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan
komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan. Sehingga dapat mengakibatkan lebih
banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar
kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong
kompas (bypassing).
3. Mengurangi Ketidakpastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah
ketidakpastian dan ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita
yang berusaha untuk mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih
baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain.
4. Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar
kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai
konsekuensi positif dan negatif. Dari segi positifnya; membuat waspada,
mencegah mengatakan hal-hal yang tidak merasa patut. Sedangkan, dari segi
negatifnya; terlalu berhati-hati, tidak spontan dan kurang percaya diri.
5. Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya
Perbedaan antarbudaya penting dalam interaksi awal dan
secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih
akrab. Meskipun menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang
lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi antarbudaya.
6. Memaksimalkan Hasil Interaksi
Dalam komunikasi antarbudaya kita berusaha
memaksimalkan hasil interaksi. Ada tiga konsekuensi yang mengisyaratkan
implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan
berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil
positif. Karena komunikasi antarbudaya itu suli, dan besar kemungkinan kita
untuk menghindarinya.
Pola merupakan penyederhanaan dari
sesuatu. Prosesnya terjadi dengan mengulang apa yang sudah ada (tiruan) dalam
bentuk yang tidak persis sama dengan aslinya, tetapi minimal keserupaan.
Pola
Komunikasi biasa disebut juga sebagai model, yaitu sistem yang terdiri atas
berbagai komponen yang berhubungan satu sama lain untuk tujuan pendidikan
keadaan masyarakat. Selain itu, dalam komunikasi antarbudaya terdapat pola yang
di sini akan diuraikan proses komunikasi yang sudah termasuk dalam kategori
pola komunikasi yaitu :
1. Pola
komunikasi primer; suatu proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada
komunikan dengan menggunakan suatu simbol (symbol) sebagai media atau saluran.
Pola primer ini dibagi menjadi dua lambang yakni lambang verbal dan nirverbal.
2. Pola
komunikasi sukender; penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang pada
media pertama.
3. Pola
komunikasi linear; mengandung makna lurus yang berarti perjalanan dari satu
titik ke titik lain secara lurus, yang berarti penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal.
4. Pola
komunikasi sirkular; proses sirkular itu terjadinya feedback atau umpan balik,
yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator, sebaga penentu utama
keberhasilan komunikasi. Dala pola ini proses komunikasi berjalan terus yaitu
adaya umpan balik antara komunikator dan komunikan.
Identitas dan etnisitas adalah hasil
konstruksi (proses) sosial yang biasanya disebut sebagai askripsi (ascription)
yang memiliki arti “apa pun tandanya asal bisa dipakai untuk
"menunjuk" (labelling) kelompok tertentu”. Jadi, identitas ini
sangat penting bagi sebuah kelompok etnik. Dengan kondisi masyarakat Indonesia
yang kaya akan budaya dan tradisi, selayaknya hal ini dapat dimanfaatkan oleh
umat Islam sebagai sarana dalam melakukan tugas dakwah sesuai dengan anjuran
al-Qur’an. Hal ini penting, mengingat tingkat solidaritas masyarakat Indonesia
dalam mewujudkan kehidupan sosial yang partisipatif masih sangat lemah. Eksistensi
dakwah akan senantiasa bersentuhan dengan realitas sosio-kultural yang
mengitarinya, sesuai konsekuensi posisi dakwah, dakwah sebagai satu variabel
dan problematika kehidupan sosial sebagai variabel yang lain, maka keberadaan
dakwah dalam suatu komunitas dapat dilihat dari fungsi dan perannya dalam
mempengaruhi perubahan sosial tersebut, sehingga lahir masyarakat baru yang
diidealkan (khoiru ummah). Dalam menyebarkan Islam, antara ulama,
masyarakat, dan budaya yang ada dalam masyarakat tersebut terdapat hubungan
timbal balik. Sikap dan ketokohan seorang ulama dalam menyebarkan Islam akan
mewarnai situasi dan kondisi yang berkembang di tengah masyarakat tersebut.
Maka, tugas seorang ulama yang bertujuan untuk mengarahkan dan bahkan mengubah
pandangan serta wawasan keagamaan dan sosial masyarakat setempat dimana mereka
berada. Salah satu metode paling efektif yang diterapkan oleh para ulama
Nusantara di awal kemunculan Islam di Indonesia ialah dengan menjadikan tradisi
dan kebiasaan masyarakat setempat sebagai sarana dan media untuk menyebarkan
ajaran Islam.
KESIMPULAN
Eksistensi dakwah akan senantiasa
bersentuhan dengan realitas sosio-kultural yang mengitarinya, sesuai
konsekuensi posisi dakwah, keberadaan dakwah dalam suatu komunitas dapat
dilihat dari fungsi dan perannya dalam mempengaruhi perubahan sosial tersebut. Budaya
dan dakwah mempunyai relevansi yang kuat dan saling berkaitan. Hal ini juga
diterapkan oleh para ulama nusantara dalam menyebarkan ajaran islam di awal
perkembangannya di indonesia. Maka dari itu, cara atau metode yang tepat dala
berdakwah di masyarakat mulkultural yakni dengan memanfaatkan berbagai
perkembangan budaya baik budaya lokal yang sudah ada maupun budaya yang muncul
sebagai hasil dari perkembangan zaman sebagai sarana untuk menyebarkan
kebaikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendi,
Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung : Rosda
Karya, 1999.
Fajar,
Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori & Praktek. Yogyakarta : Graha Ilmu,
2009.
Kurdi,
Alif Jabal. “Dakwah Berbasis Kebudayaan Sebagai Upaya Membangun Masyarakat
Madani Dalam Surat
Al-Nahl: 125”. Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis. Vol. 19, No.
1, 2018.
Regar,
Philep M. Evelin Kawung dan Joanne P. M. Tangkudung. "Pola Komunikasi
Antar
Budaya Dan
Identitas Etnik Sangihe-talaud-sitaro (Studi Pada Masyarakat Etnik
Sanger-tahuna-sitaro Di Kota Manado)”. Jurnal Acta Diurna. Vol. 3, No. 4, 2014.
Syarifah, Masykurotus. “Budaya dan Kearifan Dakwah”. Jurnal al-Balagh. Vol. 1, No. 1, 2016.
bagus.....
BalasHapus