Dakwah dalam Komunikasi Antar Etnik, Ras dan Bangsa
Dakwah dalam Komunikasi Antar Etnik, Ras dan Bangsa
Disusun Oleh :
Sheila Machmuda (B01219051)
Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya
2021
ABSTRAK
Komunikasi adalah suatu proses yang
dinamis yang dilakukan manusia melalui perilaku yang berbentuk verbal dan
nonverbal yang dikirim dan diterima dan ditanggapi orang lain. Adapun
pengertian dari komunikasi antarbudaya adalah sebuah proses komunikasi yang
dilatarbelakangi budaya yang berbeda, yang dimana keberhasilan proses
komunikasi tentu saja tidak bisa lepas dari unsur-unsur komunikasi antarbudaya.
Antara komunikasi dan budaya sangat memiliki keterkaitan yang erat, di mana
salah satu fungsi yang penting dalam komunikasi. Pada umumnya, dakwah adalah penyampaian
pesan dari da'i kepada mad'u dengan menggunakan berbagai macam media dan metode
agar tercapai tujuan dakwahnya. Dakwah antar budaya sama halnya dengan dakwah
pada umumnya, hanya yang membedakan ialah latar belakang budaya dari da’i dan
mad’u. keragaman merupakan tantangan bagi da'i antar budaya supaya mampu meramu
pesan-pesan dakwah yang lebih bijaksana dengan mempertimbangkan kondisi positif
budaya mad'u termasuk memperhatikan media dan metode yang bisa mendekatkan
antara da'i dan mad'u.
Kata
Kunci : Dakwah, Komunikasi, Keragaman Budaya
PEMBAHASAN
Secara etimologis, kata dakwah merupakan
bentuk masdardari kata yad’u dan da’a yang memiliki arti memanggil
(to call), mengundang (to invite), mengajak (to summer),
menyeru (to propo), mendorong (to urge), dan memohon (to pray).
Dakwah dapat dipahami sebagai seruan, ajakan, dan panggilan dalam rangka
membangun masyarakat Islami berdasarkan kebenaran ajaran Islam yang hakiki.
Dengan kata lain, dakwah adalah upaya atau perjuangan untuk menyampaikan ajaran
agama yang benar kepada umat manusia dengan cara yang simpatik, adil, jujur,
tabah dan terbuka. Pengertian mengenai komunikasi sangatlah banyak dan mudah
ditemukan, meskipun memiliki definisi yang berbeda-beda namu inti definisi dari
komunikasi tetap sama. Pada hakikatnya komunikasi adalah proses
pernyataanmanusia, yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
Komunikasi antar budaya adalah proses
komunikasi diantara dua latar belakang budaya yang berbeda. Dalam konteks
individu diartikan sebagai komunikasi antar dua kepribadian (individu) yang mempunyai
perbedaan kebiasaan. Dalam konteks luas diartikan sebagai antar budaya bangsa,
suku, dan ras. Dalam ilmu komunikasi antarbudaya, hal utama adalah sumber dan
penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Perbedaan kultur dari orang-orang
yang berkomunikasi ini juga menyangkut kepercayaan, nilai, serta berperilaku
kultur di lingkungan mereka. Dalam menjalani kehidupan di dalam masyarakat
mengalami banyak-banyak perbedaan, apalagi Indonesia dikenal dengan
keanekeragaman budayanya. Dari keanekaragaman inilah tercipta suatu tatanan
kehidupan yang unik dan menarik dari setiap kelompok masyarakat. Kunci utama
dari pergaulan antarbudaya adalah tidak menilai orang lain yang berbeda budaya
dengan menggunakan penilaian budaya sendiri. Biarkan semua berjalan dengan
latar budaya masing-masing.
Adapun Keberagaman ras yaitu mengacu pada
ciri-ciri biologis dan genetik yang membedakan seseorang dari orang lain dalam
suatu kelompok masyarakat yang lebih luas, pada umumnya semua manusia
dikelompokkan menjadi tiga jenis ras, yaitu Caucasoid, Negroid, dan mongoloid. Perbedaan
yang sering terjadi pada kelompok-kelompok dalam suatu ras yang menyebabkan
kelompok ini dipandang sebagai kelompok yang memiliki ciri-ciri yang berbeda
dan diperlakukan secara berbeda oleh anggota kelompok yang lebih besar dalam
kelompok ras tersebut. Keranekaragaman budaya, ras, dan etnik yang dimiliki
akan lebih mempermudah munculnya perselisihan paham karena kekurangpahaman yang
akhirnya mengarah kepada konflik, untuk mengurangi kesalapahaman dalam
komunikasi antar budaya yaitu dengan mempelajari budaya setempat dan tingkatan
tenggang rasa (toleransi) serta tidak menilai orang lain yang berbeda budaya
dengan menggunakan penilaian budaya sendiri. Sikap toleransi toleransi tersebut
seperti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan
berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Toleransi
sejati berdasarkan sikap hormat terhadap martabat manusia hati nurani dan
keyakinan serta keikhlasan sesama apapun agamanya suku, golongan, ideologi atau
pandangannya.
Dalam berdakwah seorang da’i akan
berhadapan dengan beragam pendapat, budaya, dan warna di masyarakat. Menurut
Abd. Rohim Ghazali ada beberapa prinsip-prinsip dakwah antarbudaya yang bisa
ditegakkan untuk memperkuat hubungan antar anggota masyarakat, mempersatukan
perasaan yang merupakan dasar kebajikan universal, yaitu :
1. Dakwah
dilakukan dengan menafikan unsur-unsur kebencian. Ayat Al-Qur’an dan hadis nabi
harus didakwahkan sesuai dengan fungsinya, yakni untuk menasehati dan
menyampaikan kebenaran.
2. Dakwah
dilakukan secara lisan, maka dakwah disampaikan dengan tutur kata yang santun,
tidak menyinggung perasaan, dan menyindir keyakinan umat lain, apalagi
mencacimakinya.
3. Dakwah
dilakukan secara persuasif, karena sikap memaksa hanya membuat orang enggan
untuk mengikuti apa yang didakwahkan.
4. Dakwah
tidak boleh dilakukan dengan jalan menjelek-jelekkan agama yang menjadi
keyakinan umat agama lain, termasuk dalam mencaci maki dan menjelek-jelekkan
budaya orang lain.
Pada
zaman sekarang ini, penting bagi seorang da’i maupun mad’u untuk memahami sikap
moderasi beragama, jika memahami moderasi beragama akan menjadi sebuah formula
penting untuk menghadapi zaman yang dimana maraknya intoleransi dan fanatisme
yang berlebihan, akan mengancam kerukunan umat beragama di Indonesia. Dalam
konteks pendidikan agama Islam, moderasi beragama berarti mengajarkan agama
bukan hanya untuk membentuk pribadi individu yang shaleh tetapi juga pemahaman
agamanya dijadikan sebagai landasan/instrumen untuk menghargai umat beragama lainnya.
Lukman Hakim Syaifudin selaku menteri agama, mengatakan bahwa silahkan untuk
mengamalkan ajaran agamanya masing-masing, tapi jangan menyeragamkannya. Maka
dari itu, untuk menjalankan moderasi beragama diperlukan tiga poin penting untuk
mewujudkan moderasi beragama, diantaranya :
1. Kaffah;
pengenalan dan pengamalan ajaran Islam secara baik dan menyeluruh.
2. Ta'awun
dan Tasamuh; toleransi, saling tolong-menolong dan menjanga hubungan baik antar
sesama.
3. Adil; mengedepankan keadilan serta musyawarah dalam menentukan kebijakan dan memecahkan masalah.
KESIMPULAN
Perbedaan
kultur dari orang-orang yang berkomunikasi ini juga menyangkut kepercayaan,
nilai, serta berperilaku kultur di lingkungan mereka. Keranekaragaman budaya,
ras, dan etnik yang dimiliki akan lebih mempermudah munculnya perselisihan
paham karena kekurangpahaman yang akhirnya mengarah kepada konflik, untuk
mengurangi kesalapahaman dalam komunikasi antar budaya yaitu dengan mempelajari
budaya setempat dan tingkatan tenggang rasa (toleransi) serta tidak menilai
orang lain yang berbeda budaya dengan menggunakan penilaian budaya sendiri. Dalam
berdakwah seorang da’i akan berhadapan dengan beragam pendapat, budaya, dan
warna di masyarakat. Jadi, penting bagi seorang da’i maupun mad’u untuk
memahami sikap moderasi beragama, jika memahami moderasi beragama akan menjadi
sebuah formula penting untuk menghadapi zaman yang dimana maraknya intoleransi
dan fanatisme yang berlebihan, akan mengancam kerukunan umat beragama di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali,
H. Baharuddin. "Prinsip-Prinsip Dakwah Antarbudaya." Jurnal Berita
Sosial, Edisi I,
2013.
Aminullah,
Aminullah, Puji Lestari, dan Sigit Tripambudi. "Model Komunikasi
Antarbudaya
Etnik
Madura dan Etnik Melayu." Jurnal Aspikom, Vol. 2, No. 4,
2015.
Kamajaya,
Gede. “MENGINDONESIA TANTANGAN ETNISITAS DAN IDENTITAS
BANGSA HARI INI”. diakses pada April
2021 melalui https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/3c5ad5756311e5f291b19354ea94c39a.pdf
Pimay,
Awaludin. Metodologi Dakwah Kajian Teoritis dan Khazanah Keilmuan.
Semarang:
RaSAIL,
2006.
Komentar
Posting Komentar