Kisah Jurnalis di Balik Dinding Istana Negara
Prodi
Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya, menyelenggarakan Workshop Jurnalistik dengan mengusung tema
"Proses Produksi Berita dan Desain Media Cetak" pada hari Kamis, 28
Oktober 2021. Acara workshop ini diselenggarakan secara daring melalui
zoom dengan menghadirkan dua narasumber yang ahli dibidang jurnalistik, salah
satunya yakni Bayu Putra yang merupakan asisten redaktur media cetak Jawa
Pos.
Kegiatan
ini dibuka dengan materi pertama yang berjudul “Hari-Hari Bersama Presiden”
yang disampaikan oleh Bayu Putra. Ia membagikan pengalaman suka dan duka
sebagai seorang jurnalis di Istana Negara. Tak hanya itu, ia juga menyampaikan
beberapa aturan yang harus ditaati oleh seorang jurnalis dan tantangan dalam
meliput berita di Istana Negara.
Di
awal presentasinya, Bayu mengibaratkan jurnalis seperti koki. Jika koki memasak
dan belanja makanan, maka jurnalis menulis dan belanja mencari berita. Apabila
seorang jurnalis belanja mencari yang tidak pas dan tidak nyambung, maka
hasil berita yang didapat tidak akan berkualitas pula. Dalam meliput berita di
Istana negara, bayu memaparkan empat kekhususan dasar yang harus ditaati oleh
seorang jurnalis, yaitu protokoler, ID pers, outfit dan perilaku. Ia
menyampaikan bahwa seorang jurnalis bukanlah humas presiden, melainkan tugas
jurnalis yakni mengklarifikasi dan bertanya isu-isu yang dibawa oleh jurnalis
dari hasil riset yang didapatkan, serta wajib bagi seorang jurnalis untuk
mengetahui banyak hal.
Terdapat
berbagai tantangan bagi jurnalis dalam meliput berita di Istana Negara, salah
satunya yakni harus cepat dalam memahami semua bidang yang menjadi urusan
negara dan seorang jurnalis harus sabar dalam menunggu dinamika yang
berlangsung. “Istana adalah muara dari segala isu dan bidang yang diurusi oleh
negara, mulai dari olahraga, politik, kesejahteraan rakyat, sosial, ekonomi dan
sebagainya. Semua hal itu, dilaporkan dan dimuarakan ke Istana serta dibahas
pada rapat kabinet. Akhirnya, kami yang meliput di Istana itu harus bisa
menyesuaikan diri, kita harus cepat paham semua bidang yang menjadi urusan
negara dan itu harus didapatkan dalam waktu singkat.” pungkas Bayu.
Tantangan berikutnya yakni
tantangan fisik. Jurnalis harus berlarian ketika ada agenda dan konferensi pers
yang mendadak, karena menyesuaikan waktu narasumber. Bayu juga menjelaskan
bahwa seorang jurnalis harus mempertahankan posisinya saat wawancara doorstop.
“Biasanya saat wawancara doorstop, satu menteri bisa dikelilingi oleh 25-30
orang jurnalis. Hal tersebut, kita harus saling mengerti satu sama lain dan
tidak boleh saling menghalangi. Tetapi kita juga harus mendapatkan statement
dari menteri atau narasumber lain. Mempertahankan posisi ini entah ada yang
terjepit, kadang ada yang harus jongkok dalam waktu yang lama.” terangnya.
Selain itu, tantangan terakhir dalam liputan berita di Istana Negara yaitu wawancara banyak narasumber dalam waktu yang bersamaan, ada banyak cara yang dapat dilakukan jurnalis, salah satunya yaitu bekerja sama antar jurnalis. Ia menceritakan bahwa ada kerjasama antar jurnalis yakni dengan bagi tugas dan menitip pertanyaan yang tidak sempat untuk diwawancara, karena saat wawancara doorstop banyak narasumber yang datang secara bersamaan. Sheila Machmuda – B01219051
Komentar
Posting Komentar