Mini Book "Dakwah Multikultural dan Komunikasi Lintas Budaya"

DAKWAH MULTIKULTURAL DAN KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

Disusun Oleh :

Sheila Machmuda

NIM : B01219051

 

Dosen Pengampu :

Abu Amar Bustomi, M.Si

 

 

Program Studi Komunikasi Dan Penyiaran Islam

Falkutas Dakwah Dan Komunikasi

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya

2021



KATA PENGANTAR

 

Puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan artikel mini book ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Artikel mini book ini membahas tentang “Dakwah Multikultural dan Komunikasi Lintas Budaya” sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Dakwah Multikultural dan Komunikasi Lintas Budaya. Artikel mini book ini bertujuan agar para pembaca lebih mengetahui tentang definisi, ruang lingkup, tujuan, fungsi, peranan, pola, unsur, hambatan, aktivitas komunikasi verbal maupun nonverbal, budaya, dan kearifan dalam dakwah multikultural dan komunikasi lintas budaya.

Dengan selesainya artikel mini book ini kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinggi kepada Abu Amar Bustomi, M.Si. selaku dosen mata kuliah Dakwah Multikultural dan Komunikasi Lintas Budaya yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan makalah ini. Terimakasih juga kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu selama proses pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa artikel mini book ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan demi perbaikan artikel mini book ini di masa mendatang. Semoga artikel mini book ini dapat bermafaat bagi para pembaca.

 

Surabaya, 27 Mei 2021

 

 

                                                                    Penulis



BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis, suku, budaya, bahasa, dan agama.Keragaman seperti ini rawan terjadi konflik dan perpecahan. Oleh karena itu harus ada upayayang sistematis, terprogram, terintegrasi dan berkesinambungan untuk mempertahankankeutuhan bangsa dan Negara yang multikultural. Langkah yang dilakukan adalah penanaman pemahaman tentang multikultural pada masyarakat. Penanaman pemahaman tentang multikultural tidak bertujuan menghilangkan perbedaan, wujud pemaham tersebut yaikni dengan aktivitas dakwah dengan pendekatan budaya yang berpijak pada nilai-nilai universal kemanusiaan.

Dakwah menjadi tugas setiap muslim dalam pengertian yang sederhana dalam skala mikro sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya. Dakwah antar budaya merupakan sebagai proses dakwah yang mempertimbangkan keragaman budaya antar subjek, objek dakwah serta keragaman penyebab terjadinya gangguan interaksi pada tingkat intra dan antarbudaya agar pesan dakwah dapat tersampaikan dengan tetap terpelihara situasi dan kondisi dengan damai.


B.  Rumusan Masalah

1.   Apa definisi dan ruang lingkup dakwah multikultural dan komunikasi lintas budaya?

2.   Bagaimana basis dan pendekatan dakwah multikultural?

3.   Apa saja tujuan, fungsi dan peranan dakwah dalam komunikasi antar budaya?

4.   Bagaimana dakwah dalam komunikasi antar etnik, ras dan bangsa?

5.   Bagaimana dakwah dalam kajian pola komunikasi lintas budaya?

6.   Apa saja unsur-unsur komunikasi lintas budaya dalam berdakwah?

7.   Bagaimana aktivitas komunikasi lintas budaya verbal dan nonverbal dalam ilmu ad-dakwah?

8.   Apa saja hambatan komunikasi lintas budaya dalam dakwah multikultural moderen?

9.   Bagaimana budaya dan kearifan dalam dakwah?

 

C.  Tujuan

1.   Untuk mengetahui definisi dan ruang lingkup dakwah multikultural dan komunikasi lintas budaya.

2.   Untuk mengetahui basis dan pendekatan dakwah multikultural.

3.   Untuk mengetahui tujuan, fungsi dan peranan dakwah dalam komunikasi antar budaya.

4.   Untuk mengetahui dakwah dalam komunikasi antar etnik, ras dan bangsa.

5.   Untuk mengetahui dakwah dalam kajian pola komunikasi lintas budaya.

6.   Untuk mengetahui unsur-unsur komunikasi lintas budaya dalam berdakwah.

7.   Untuk mengetahui aktivitas komunikasi lintas budaya verbal dan nonverbal dalam ilmu ad-dakwah.

8.   Untuk mengetahui hambatan komunikasi lintas budaya dalam dakwah multikultural modern.

9.   Untuk mengetahui budaya dan kearifan dalam dakwah.


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.  Definisi dan Ruang Lingkup Dakwah Multikultural dan Komunikasi Lintas Budaya

1.   Definisi

Dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab bentuk mashdar dari kata kerja da’a, yad’u, da’watan, yang artinya memanggil, mengundang, mengajak, menyeru, mendorong ataupun memohon. Istilah dakwah dalam Al-Qur’an diungkapkan dalam bentuk fi’il maupun mashdar sebanyak lebih dari seratus kata. Al-Qur’an menggunakan kata dakwah untuk mengajak kepada kebaikan yang disertai dengan risiko masing-masing pilihan. Dakwah adalah sebuah aktivitas mengajak manusia untuk melaksan perintah Tuhan, menuju jalan kebaikan dan menjauhi apa yang sudah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Sementara multicultural, berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya/kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Secara sederhana multikultural dikatakan sebagai pengakuan atas adanya pluralitas budaya. Jadi, yang dimaksud dengan dakwah multikultural adalah aktifitas menyeru kepada jalan Allah melalui usaha-usaha mengetahui karakter budaya suatu masyarakat sebagai kunci utama untuk memberikan pemahaman dan mengembangkan dakwah.

Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communication yang berarti ‘pemberitahuan’ atau ‘pertukaran pikiran’. Secara garis besar dalan suatu proses komunikasi haruslah terdapat unsur-unsur kesamaan agar terjadi suatu pertukaran pikiran dan pengertian antara komunikator (penyebar pesan) dan penerima pesan. Budaya atau Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari “buddhi” (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Manusia berkomunikasi dalam konteks komunikasi seperti antarpribadi, kelompok, organisasi, publik dan massa. Dari berbagai konteks tersebut, perilaku komunikasi manusia dipengaruhi oleh kebudayaan ataupun konteks subkultultur. Kuatnya hubungan antara kebudayaan dan komunikasi, membuat Edward T.Hall (1960) memaparkan sebuah definisi yang sangat kontroversial, yaitu “Kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan.”. Jadi, kebudayaan adalah keadaan sosial-budaya, keadaan psikolgi budaya yang berpengaruh terhadap cara-cara seseorang dalam berkomunikasi.

Sebagian besar penulis “Barat” selalu membedakan komunikasi lintas budaya dengan komunikasi antarbudaya. Pada umumnya, mereka mengemukakan bahwa komunikasi lintas budaya adalah suatu proses mempelajari komunikasi di antara individu maupun kelompok suku bangsa dan ras yang berbeda “negara”. Komunikasi lintas budaya disebut sebagai proses komunikasi antar individu, kelompok, organisasi maupun komunikasi media yang melintasi batas geografis dan batas sosio-antropologis dari suatu bangsa dan negara. Sedangkan, komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh pribadi dalam bangsa yang sama. Adapun beberapa definisi komunikasi lintas budaya diantaranya yaitu:

Pertama, komunikasi lintas budaya (cross culture) sering digunakan oleh para ahli untuk menyebut makna dari komunikasi antarbudaya atau (interculture) perbedaan keduanya terletak pada wilayah geografis atau negara atau dalam konteksrasial bangsa. Kedua, menurut Fiber Luce (1991) pada hakikatnya studi lintas budaya adalah salah satu studi komparatif yang bertujuan untuk membandingkan yaitu variabel budaya tertentu dan konsekuensi atau akibat dari pengaruh kebudayaan dari adanya dua atau lebih konteks kebudayaan yang berbeda. Ketiga, komunikasi lintas budaya adalah proses komunikasi yang membandingkan dua atau lebih kebudayaan melalui sebuah survei lintas budaya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi lintas budaya adalah penelitian (kajian) yang sering digunakan oleh para ilmuwan sosial terutama ilmu komunikasi berfokus pada perbandingan praktik komunikasi yang terjadi diberbagai budaya. Salah satu dimensi yang digunakan untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan tersebut dalam tingkatan budaya dan individu adalah dimensi individual dan kolektif (individualisme-kolektivisme). kamu dikasih dalam melakukan komparasi dan menguji perbedaan antarbudaya.

2.   Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian Dakwah Multikultural yang juga merupakan bidang dari kajian ilmu dakwah, diantaranya yaitu :

a.   Mengkaji dasar-dasar tentang interaksi simbolik pada mad’u dan mad’u yang memiliki latar belakang berbeda, seperti rentangan perjalanan dakwah para da’i, nabi dan Rasul yang termasuk Nabi terakhir serta bukti kahdiran Islam di Indonesia merupakan salah satu bentuk (produk) dari kegiatan dakwah multikultural.

b.   Menelaah tentang unsur-unsur dakwah dengan memperhatikan aspek budaya yang berhubungan dengan unsur da’i, pesan, dakwah, metode, media, mad’u dan dimensi ruang dan waktu yang mewadahi keberlangsungan interaksi antarberbagai unsur dalam keberlangsungan dakwah.

c.   Mengkaji mengenai upaya-upaya dakwah yang dilakukan oleh masing-masing etnik dan antaretnik, baik lokal-nasional, regional maupun internasional

d.   Mengkaji problematika yang ditimbulkan dari adanya pertukaran antar budaya dan upaya atau solusi yang akan dilakukan untuk mempertahankan eksistensi jati diri budaya masing-masing.

e.   Mengkaji tentang karakteristik-karakteristik manusia, baik posisinya menjadi da’I maupun mad’u melalui kerangka metodologi dalam antropologi.

Komunikasi lintas budaya sangatlah penting, terutama untuk menjalin kemitraan yang saling menguntungkan, seperti pentingnya komunikasi lintas budaya dalam menjalin hubungan internasional yang harmonis. Dalam memperjelas dan mengintegrasikan beragam konseptualisasi mengenai kebudayaan dalam konteks komunikasi lintas budaya, terdapat beberapa ruang lingkup (dimensi) yang harus diperhatikan, diantaranya yaitu :

a.   Tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan.

b.   Konteks sosial lingkungan atau tempat terjadinya komunikasi lintas budaya.

c.   Media atau saluran yang dilalui oleh pesan-pesan komunikasi lintas budaya baik bersifat verbal maupun nonverbal.

d.   Mempelajari komunikasi lintas budaya dengan pokok bahasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi lintas budaya, komunikasi antara komunikator dan komunikan yang kebudayaan, suku bangsa, ras dan etnik yang berbeda.

e.   Memperhatikan perbandingan pokok bahasan komunikasi lintas budaya dengan pola-pola komunikasi antarpribadi lintas budaya.

f.    Bentuk komunikasi lintas budaya memiliki perbandingan berdasarkan peran individu dalam budaya vertikal dan horizontal. Budaya horizontal (horizontal cultures) adalah budaya paralel antara orang-orang yang memiliki status yang sama. Budaya vertical (vertical cultures) adalah budaya yang berjalan dari atas ke bawah, dari orang yang berstatus lebih tinggi hingga yang berstatus lebih rendah.

 

B.  Basis dan Pendekatan Dakwah Multikultural

Multikulturalisme dapat dipahami sebagai perspektif atau cara pandang yang mengakui dan mengagungkan perbedaan serta fenomena kemajemukan budaya, bangsa, etnis, suku, ras, golongan dan agama untuk saling berinteraksi atau berkontestasi di dalam batas wilayah sebuah negara. Ideologi multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual. Basis pemikiran dakwah multikultural berawal dari pandangan klasik dakwah kultural, yakni pengakuan mengenai doktrin Islam terhadap keabsahan eksistensi kultur dan kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan dengan prinsip tauhid. Dakwah multikultural sebagai paradigma baru dalam dakwah dihadapkan pada persoalan globalisasi dan perkembangan politik praktik, maka diharapkan dakwah berbasis multikulturalisme memiliki ciri khasnya tersendiri, yang dimana lingkungan masyarakat multikultural ini sangat erat kaitannya dengan konflik. Salah satu problem atau konflik paling besar dalam kehidupan beragama dengan adanya kenyataan pluralisme yaitu bagaimana suatu teologi agama mendefinisikan diri di tengah-tengah agama lain. Pada dasarnya, dakwah bisa diselenggarakan dalam konteks apapun dalam masyarakat, yang dimana ruang dan waktu memiliki peran yang sangat penting terhadap pola dan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dakwah. Gerakan dakwah dituntut untuk mampu berinovasi dan berkreasi dalam rangka adaptasi pada situasi sosial masyarakat yang kompleks tersebut. Inovasi dan kreasi menjadikan dakwah tumbuh dalam wilayah dan kelembagaan yang beragam.

Pendekatan multikultural dalam dakwah sebagai sarana transformasi agama, yang dimana ia merupakan paradigma dan metode untuk menggali potensi keragaman etnik dan kultural sebuah bangsa yang mana dalam hal ini adalah Indonesia. Pendekatan multikultural merupakan kearifan dalam merespon dan mengantisipasi dampak globalisasi dan hegemoni pola gaya hidup yang memaksa homogenisasi. Pada hakikatnya tujuan dakwah Islam adalah terwujudnya tata masyarakat yang diridhai Allah. Sebuah tata masyarakat yang berjalur iman, Islam, ikhlas berasaskan kepada dua ajaran pokok al-Qur’an dan as-Sunnah. Pada era multikultural yang dimana masyarakatnya lebih individualistik sebagai efek negatif dari globalisasi tersebut, maka sebagai seorang pendakwah dalam melaksanakan kegiatan dakwah diperlukan strategi atau pendekatan yang tepat agar dakwah dapat dilaksanakan dengan baik.  Adapun terdapat lima macam pendekatan dakwah multikultural, diantaranya :

1.   Berbeda dengan dakwah konvensional yang menempatkan variasi iman sebagai inti dari dakwah

Dalam dakwah multikultural pendekatan yang diambil yaitu dengan menilai bahwa dakwah tidak lagi secara spesifik bertujuan untuk mengislamkan nonmuslim, tetapi pendekatan dakwah multikultural lebih dari itu. Pendekatan yang lebih menekankan agar sasaran dakwah (mad’u) dapat diarahkan pada pemberdayaan kualitas umat dan kerja sama dalam ranah internal, dialog antar agama dan budaya dalam ranah eksternal. Dalam hal ini, cara pandang multikultural mencoba membedakan antara Islam sebagai sikap hidup (islam’amm), dan Islam sebagai sebuah agama yang terinstitusi (islam khashsh).

2.   Dalam bidang kebijakan publik dan politik

Dakwah multikultural menggagas ide mengenai kesetaraan hak warga negara, termasuk juga hak kelompok minoritas. Tujuan utamanya yaitu agar seluruh kelompok etnis dan keyakinan mendapat pengakuan yang legal dari negara dan bebas dari penindasan yang mengatasnamakan dominasi mayoritas dari aspek lain. Pendekatan dakwah multikultural berusaha untuk memberi dukungan moral dan legislatif atas budaya politik demokrasi.

3.   Dalam bidang sosial

Dakwah multikultural lebih mengambil pada pendekatan kultural daripada harakah (salafi jahidy). Pada sejatinya, pendekatan dakwah multikultural kelanjutan dari pendekatan dakwah kultural dengan perbedaan pada tingkat keragaman dan pluralitasnya. Dakwah multikultural memang berbeda dan tidak sejalan dengan pemikiran dakwah yang mengedepankan Islam sebagai manhaj hayah, Islam sebagai din, dunya dan daulah seperti yang digagas oleh Sayyid Quthub dan tokoh-tokoh yang lain. Dakwah multikultural lebih mengedepankan strategi sosialisasi Islam sebagai bagian integral umat, dan bukan sesuatu yang asing untuk megembangkan gagasan Islam sebagai sistem moral (al-islam huwa al-nizham alakhlaqiyyah).

4.   Konteks pergaulan global

Dakwah multikultural menggagas sebuah ide dialog antar budaya dan keyakinan (intercultur-faith understanding). Fenomena globalisasi yang sedikit demi sedikit mulai menggeser sekat antara budaya dan agama, maka dakwah multikultural perlu untuk membangun etika global yang digali dari sumber etika kemanusiaan universal yang terdapat dalam seluruh ajaran agama. Pendekatan dakwah multikultural dalam konteks pergaulan global memiliki agenda yaitu menafsir ulang sejumlah teks-teks keagamaan yang bias eksklusivisme, misalnya dengan metode hermeneutika.

5.   Terkait dengan program dalam pergaulan global

Para penggagas dakwah multikultural perlu untuk memperbarui pemahaman doktrin-doktrin Islam klasik, dengan cara melakukan reinterpretasi dan rekonstruksi paham Islam, sesuai dengan perkembangan masyarakat global-multikultural. Penafsiran baru ajaran Islam tersebut harus berimbang, berpijak dari orisinalitas tradisi di satu pihak, tetapi harus terbuka kepada ide-ide perkembangan keilmuan kontemporer di pihak lain.

 

C.  Tujuan, Fungsi dan Peranan Dakwah dalam Komunikasi Antar Budaya

1.   Fungsi Dakwah dalam Komunikasi Antarbudaya

Fungsi dakwah secara tidak langsung merupakan fungsi dari agama itu sendiri. Secara normatif dan sosiologis, agama memiliki fungsi yang penting dalam mewujudkan kehidupan manusia yang dalam didunia dan akhirat. Secara umum fungsi dakwah dibagi menjadi lima kategori, yaitu :

a.   Fungsi kerisalahan; upaya melanjutkan tugas kerasulan Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam kepada seluruh umat manusia. Menurut kuntowijoyo, fungsi kerisalahan terdapat dua proses transformasi yang perlu dilakukan yaitu transformasi nilai ketuhanan dan transformasi nilai sosial.

b.   Fungsi manifestasi keimanan hamba kepada tuhannya atas keyakinannya tentang kebenaran Islam, sehingga mendorong untuk memperkenalkan juga kebenarannya kepada orang lain.

c.   Fungsi untuk mewariskan nilai keislaman berupa dasar-dasar tauhid, ibadah dan akhlak kepada generasi selanjutnya atau anak-cucunya, agar dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

d.   Fungsi sebagai ikhtiar seorang muslim dalam meraih hidaya Allah SWT

e.   Fungsi untuk menunjukkan solidaritas sosial kepada sekitar, agar tidak terjerumus kejalan yang bertentangan dengan nilai ketuhanan.

Menurut Alo Liliweri dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar komunikasi antar budaya” bahwa komunikasi antarbudya memiliki tiga fungsi sosial diantaranya :

a.   Sosialisasi nilai; mengajarkan dan mengenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

b.   Menjembatani; fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan diantara mereka, sehingga dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka tukarkan dan saling menjelaskan perbedaan tafsir pesan tersebut agar menghasilkan makna yang sama.

c.   Pengawasan; untuk menginformasikan perkembangan tentang lingkungan.

Dari beberapa fungsi diatas, komunikasi antar budaya dapat dijadikan sebagai ilmu bantu dalam mengembangkan ilmu dakwah. Fungsi dakwah dalam komunikasi antar budaya, yaitu : 1) menjelaskan secara sistematis mengenai fenomena yang berkembang berkaitan dengan proses dakwah. 2) menjadi penghubung (jembatan) dalam proses komunikasi antar budaya, agar pengembangan dan pelaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. 3) mengontrol proses kegiatan komunikasi antar budaya yang komunikan dan komunikatornya berbeda kebudayaan, agar fenomena itu dapat terjadi sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

2.   Tujuan Dakwah dalam Komunikasi Antarbudaya

Secara sederhana tujuan dakwah adalah arah yang akan dituju oleh da’I dalam proses dakwahnya. Banyak perbedaan dalam merumuskan tujuan dakwah menurut para hali, sesuai dengan disiplin ilmu dan target dakwah yang dimaksudkan. Para ahli sepakat bahwa dakwah sangat strategis posisinya dalam kehidupan umat Islam khususnya dan manusia pada umumnya. Berikut lima tujuan dakwah diantaranya :

a.   Menyelesaikan problematika umat. Dalam kontek ini, tujuan dakwah dibagi menjadi dua bentuk yang bersifat urgent dan insidental. Pertama, bersifat urgent yaitu untuk mengatasi berbagai masalah penting dan rumit dengan cepat dan tepat. Kedua, bersifat insidental dengan berusaha memecahkan masalah yang terjadi dalam masyarakat seperti penyakit dan ketimpangan sosial.

b.   Membentuk masyarakat/manusia Islami. Mentransformasikan sikap kemanusiaan atau dalam terminology Al-Qur’an disebut al-Ikhraj min al-Zulumat ila al-Annur, yang dimana tujuan akhir dakwah yaitu agar manusia mampu mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.

c.   Mendorong manusia mengikuti petunjuk yang diketahui kebenarannya dan dilarang perbuatan yang merusak individu dan banyak orang agar mereka mendapatkan kebahagiaan didunia dan akhirat. Dalam konteks ini tujuan dakwah adalah gerakan penyadaran moral kepada individu, keluarga maupun masyarakat harus tetap dilakukan.

d.   Memperkenalkan dan memberi pemahaman kepada umat mengenai hakikat agama Islam. Sehingga saat mereka mengetahui Islam secara utuh akan berdampak pada pola perilaku dan sikapnya.

e.   Menjaga manusia pada fitrahnya. Dalam konteks ini pada dasarnya dakwah bertujuan untuk memperkenalkan ajaran Islam secara terus-menerus dan dinamis, sesuai dengan fitrah manusia agar dapat berfikir dan berpijak sesuai dengan ketentua syariat Allah SWT.

Menurut Litvin, tujuan komunikasi antar budaya yaitu bersifat kognitif dan afektif, yang bertujuan untuk mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya dan isi komunikasinya sendiri yang tentunya terlebih dahulu diperluas dan diperdalam pemahaman mengenai kebudayaan orang tersebut. Tujuan dakwah dalam komunikasi antar budaya yaitu dengan menjadikan Islam lebih fleksibel dan mudah diterima oleh semua masyarakat meskipun dengan perbedaan budaya antara satu sama lainnya. Menjadikan Islam lebih fleksibel dan mudah diterima dengan menggunakan metode dakwah yang tidak menghapus tatanan budaya atau tradisi, sehingga ajaran Islam dapat diterima ditengah masyarakat.

3.   Peranan Dakwah dalam Komunikasi Antarbudaya

Manifestasi dakwah Islam dapat dilihat dari mempengaruhi cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam kaitannya dengan kehidupan pribadi dan sosial. Dakwah Islam diharapkan dapat berperan dalam dua arah, yaitu : Pertama, mampu memberikan output kepada masyarakat dengan memberikan dasar filosofi, arah dan dorongan untuk membentuk realita baru yang lebih baik. Kedua, dapat mengubah visi kehidupan sosial yang dimana sosio kultural tidak hanya dipandang sebagai suatu kelaziman saja, tetapi juga dijadikan kondusif bagi terciptanya baldatun tayyibatun wa rabbun ghofuur.

Dakwah dalam komunikasi antar budaya adalah proses dakwah yang mempertimbangkan keragaman budaya antara da’I dan mad’u. Keragaman budaya tersebut merupakan tantangan untuk da’I agar mampu mengolah pesan dakwah yang lebih bijaksana dengan mempertimbangkan kondisi positif budaya mad’u tersebut. Dakwah melalui komunikasi antar budaya akan menjadikan Islam lebih fleksibel dan mudah diterima di semua lapisan masyarakat, meskipun berbeda sosio-kultural, maupun norma. Menggunakan metode dakwah yang tidak menghapus budaya atau tradisi lama, menjadikan diterimanya ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat majemuk. Seorang da’i harus mempunyai planning atau rencana yang disebut dengan strategi. Strategi dalam dakwah lintas budaya baik dari segi materi dakwah maupun metodenya harus dirancang dengan matang sehingga tujuan dakwah bisa terlaksana dengan baik.

 

D.  Dakwah dalam Komunikasi Antar Etnik, Ras dan Bangsa

Secara etimologis, kata dakwah merupakan bentuk masdardari kata yad’u dan da’a yang memiliki arti memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summer), menyeru (to propo), mendorong (to urge), dan memohon (to pray). Dakwah dapat dipahami sebagai seruan, ajakan, dan panggilan dalam rangka membangun masyarakat Islami berdasarkan kebenaran ajaran Islam yang hakiki. Dengan kata lain, dakwah adalah upaya atau perjuangan untuk menyampaikan ajaran agama yang benar kepada umat manusia dengan cara yang simpatik, adil, jujur, tabah dan terbuka. Pengertian mengenai komunikasi sangatlah banyak dan mudah ditemukan, meskipun memiliki definisi yang berbeda-beda namu inti definisi dari komunikasi tetap sama. Pada hakikatnya komunikasi adalah proses pernyataan manusia, yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.

Komunikasi antar budaya adalah proses komunikasi diantara dua latar belakang budaya yang berbeda. Dalam konteks individu diartikan sebagai komunikasi antar dua kepribadian (individu) yang mempunyai perbedaan kebiasaan. Dalam konteks luas diartikan sebagai antar budaya bangsa, suku, dan ras. Dalam ilmu komunikasi antarbudaya, hal utama adalah sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Perbedaan kultur dari orang-orang yang berkomunikasi ini juga menyangkut kepercayaan, nilai, serta berperilaku kultur di lingkungan mereka. Dalam menjalani kehidupan di dalam masyarakat mengalami banyak-banyak perbedaan, apalagi Indonesia dikenal dengan keanekeragaman budayanya. Dari keanekaragaman inilah tercipta suatu tatanan kehidupan yang unik dan menarik dari setiap kelompok masyarakat. Kunci utama dari pergaulan antarbudaya adalah tidak menilai orang lain yang berbeda budaya dengan menggunakan penilaian budaya sendiri. Biarkan semua berjalan dengan latar budaya masing-masing.

Adapun Keberagaman ras yaitu mengacu pada ciri-ciri biologis dan genetik yang membedakan seseorang dari orang lain dalam suatu kelompok masyarakat yang lebih luas, pada umumnya semua manusia dikelompokkan menjadi tiga jenis ras, yaitu Caucasoid, Negroid, dan Mongoloid. Perbedaan yang sering terjadi pada kelompok-kelompok dalam suatu ras yang menyebabkan kelompok ini dipandang sebagai kelompok yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dan diperlakukan secara berbeda oleh anggota kelompok yang lebih besar dalam kelompok ras tersebut. Keranekaragaman budaya, ras, dan etnik yang dimiliki akan lebih mempermudah munculnya perselisihan paham karena kekurangpahaman yang akhirnya mengarah kepada konflik, untuk mengurangi kesalapahaman dalam komunikasi antar budaya yaitu dengan mempelajari budaya setempat dan tingkatan tenggang rasa (toleransi) serta tidak menilai orang lain yang berbeda budaya dengan menggunakan penilaian budaya sendiri. Sikap toleransi toleransi tersebut seperti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Toleransi sejati berdasarkan sikap hormat terhadap martabat manusia hati nurani dan keyakinan serta keikhlasan sesama apapun agamanya suku, golongan, ideologi atau pandangannya.

Dalam berdakwah seorang da’i akan berhadapan dengan beragam pendapat, budaya, dan warna di masyarakat. Menurut Abd. Rohim Ghazali ada beberapa prinsip-prinsip dakwah antarbudaya yang bisa ditegakkan untuk memperkuat hubungan antar anggota masyarakat, mempersatukan perasaan yang merupakan dasar kebajikan universal, yaitu :

1.   Dakwah dilakukan dengan menafikan unsur-unsur kebencian. Ayat Al-Qur’an dan hadis nabi harus didakwahkan sesuai dengan fungsinya, yakni untuk menasehati dan menyampaikan kebenaran.

2.   Dakwah dilakukan secara lisan, maka dakwah disampaikan dengan tutur kata yang santun, tidak menyinggung perasaan, dan menyindir keyakinan umat lain, apalagi mencacimakinya.

3.   Dakwah dilakukan secara persuasif, karena sikap memaksa hanya membuat orang enggan untuk mengikuti apa yang didakwahkan.

4.   Dakwah tidak boleh dilakukan dengan jalan menjelek-jelekkan agama yang menjadi keyakinan umat agama lain, termasuk dalam mencaci maki dan menjelek-jelekkan budaya orang lain.

Pada zaman sekarang ini, penting bagi seorang da’i maupun mad’u untuk memahami sikap moderasi beragama, jika memahami moderasi beragama akan menjadi sebuah formula penting untuk menghadapi zaman yang dimana maraknya intoleransi dan fanatisme yang berlebihan, akan mengancam kerukunan umat beragama di Indonesia. Dalam konteks pendidikan agama Islam, moderasi beragama berarti mengajarkan agama bukan hanya untuk membentuk pribadi individu yang shaleh tetapi juga pemahaman agamanya dijadikan sebagai landasan/instrumen untuk menghargai umat beragama lainnya. Lukman Hakim Syaifudin selaku menteri agama, mengatakan bahwa silahkan untuk mengamalkan ajaran agamanya masing-masing, tapi jangan menyeragamkannya. Maka dari itu, untuk menjalankan moderasi beragama diperlukan tiga poin penting untuk mewujudkan moderasi beragama, diantaranya :

1.   Kaffah; pengenalan dan pengamalan ajaran Islam secara baik dan menyeluruh.

2.   Ta'awun dan Tasamuh; toleransi, saling tolong-menolong dan menjanga hubungan baik antar sesama.

3.   Adil; mengedepankan keadilan serta musyawarah dalam menentukan kebijakan dan memecahkan masalah.

 

E.  Dakwah dalam Kajian Pola Komunikasi Lintas Budaya

Dakwah dipahami sebagai seruan, ajakan, dan panggilan dalam rangka membangun masyarakat Islami berdasarkan kebenaran ajaran Islam yang hakiki. Dengan kata lain, dakwah merupakan upaya atau perjuangan untuk menyampaikan ajaran agama yang benar kepada umat manusia dengan cara yang simpatik, adil, jujur, tabah dan terbuka, serta menghidupkan jiwa mereka dengan janji-janji Allah SWT tentang kehidupan yang membahagiakan, serta menggetarkan hati mereka dengan ancaman Allah SWT terhadap segala perbuatan tercela, melalui nasehat dan peringatan. Komunikasi dan dakwah tidak bisa dipisahkan. Karena dakwah adalah aktifitas berkomunikasi. Namun lebih khusus komunikasi tentang agama islam, penyebaran islam, dan juga anjuran baik dan buruk. Pada hakikatnya komunikasi adalah proses pernyataan manusia, yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam “bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan (message). Sama halnya seperti komunikasi antar budaya merupakan proses komunikasi yang pembedanya terletak pada latar belakang budaya antara komunikator dan komunikan yang berbeda. Maka disini, komunikasi antarbudaya adalah proses komunikasi diantara dua latar belakang budaya yang berbeda. Dalam konteks individu diartikan sebagai komunikasi antar dua kepribadian (individu) yang mempunyai perbedaan kebiasaan.

Menurut DeVito, mengatakan bahwa kita akan dapat memahami komunikasi antarbudaya dengan menelaah prinsip-prinsip umumnya diturunkan dari teori-teori komunikasi yang sekarang diterapkan untuk komunikasi antarbudaya, yaitu :

1.   Relativitas Bahasa

Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Dikarenakan bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.

2.   Bahasa Sebagai Cermin Budaya

Makin besar perbedaan budaya, makin besar perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan. Sehingga dapat mengakibatkan lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).

3.   Mengurangi Ketidakpastian

Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidakpastian dan ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita yang berusaha untuk mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain.

4.   Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya

Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Dari segi positifnya; membuat waspada, mencegah mengatakan hal-hal yang tidak merasa patut. Sedangkan, dari segi negatifnya; terlalu berhati-hati, tidak spontan dan kurang percaya diri.

5.   Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya

Perbedaan antarbudaya penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Meskipun menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi antarbudaya.

6.   Memaksimalkan Hasil Interaksi

Dalam komunikasi antarbudaya kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Ada tiga konsekuensi yang mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit dan besar kemungkinan kita untuk menghindarinya.

Pola merupakan penyederhanaan dari sesuatu. Prosesnya terjadi dengan mengulang apa yang sudah ada (tiruan) dalam bentuk yang tidak persis sama dengan aslinya, tetapi minimal keserupaan. Pola Komunikasi biasa disebut juga sebagai model, yaitu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang berhubungan satu sama lain untuk tujuan pendidikan keadaan masyarakat. Selain itu, dalam komunikasi antarbudaya terdapat pola yang di sini akan diuraikan proses komunikasi yang sudah termasuk dalam kategori pola komunikasi yaitu :

1.   Pola komunikasi primer; suatu proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu simbol (symbol) sebagai media atau saluran. Pola primer ini dibagi menjadi dua lambang yakni lambang verbal dan nonverbal.

2.   Pola komunikasi sukender; penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang pada media pertama.

3.   Pola komunikasi linear; mengandung makna lurus yang berarti perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus, yang berarti

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal.

4.   Pola komunikasi sirkular; proses sirkular itu terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator, sebaga penentu utama keberhasilan komunikasi. Dala pola ini proses komunikasi berjalan terus yaitu adaya umpan balik antara komunikator dan komunikan.

Identitas dan etnisitas adalah hasil konstruksi (proses) sosial yang biasanya disebut sebagai askripsi (ascription) yang memiliki arti “apa pun tandanya asal bisa dipakai untuk "menunjuk" (labelling) kelompok tertentu”. Jadi, identitas ini sangat penting bagi sebuah kelompok etnik. Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi, selayaknya hal ini dapat dimanfaatkan oleh umat Islam sebagai sarana dalam melakukan tugas dakwah sesuai dengan anjuran al-Qur’an. Hal ini penting, mengingat tingkat solidaritas masyarakat Indonesia dalam mewujudkan kehidupan sosial yang partisipatif masih sangat lemah. Eksistensi dakwah akan senantiasa bersentuhan dengan realitas sosio-kultural yang mengitarinya, sesuai konsekuensi posisi dakwah, dakwah sebagai satu variabel dan problematika kehidupan sosial sebagai variabel yang lain, maka keberadaan dakwah dalam suatu komunitas dapat dilihat dari fungsi dan perannya dalam mempengaruhi perubahan sosial tersebut, sehingga lahir masyarakat baru yang diidealkan (khoiru ummah). Dalam menyebarkan Islam, antara ulama, masyarakat, dan budaya yang ada dalam masyarakat tersebut terdapat hubungan timbal balik. Sikap dan ketokohan seorang ulama dalam menyebarkan Islam akan mewarnai situasi dan kondisi yang berkembang di tengah masyarakat tersebut. Maka, tugas seorang ulama yang bertujuan untuk mengarahkan dan bahkan mengubah pandangan serta wawasan keagamaan dan sosial masyarakat setempat dimana mereka berada. Salah satu metode paling efektif yang diterapkan oleh para ulama Nusantara di awal kemunculan Islam di Indonesia ialah dengan menjadikan tradisi dan kebiasaan masyarakat setempat sebagai sarana dan media untuk menyebarkan ajaran Islam.

 

F.  Unsur-Unsur Komunikasi Lintas Budaya dalam Berdakwah

Pada prinsipnya dakwah Islam telah dimulai sejak turunnya wahyu pertama atau sejak Nabi Muhammad Saw., diangkat menjadi Rasul sampai beliau wafat, melintasi berbagai zaman, dari periode Khulafaurrasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, Dinasti klasik dilanjutkan oleh generasi Raw input merupakan informasi utama sebagai masukan yang meliputi unsur-unsur dakwah yakni subjek dakwah, objek dakwah, materi dakwah, media dakwah.

1.   Konversi atau transformator yaitu pemprosesan yang berkaitan dengan sistem kelembagaan dan pelaksanaan manajerial dakwah.

2.   Output yaitu keluaran atau hasil aktivitas dakwah; akan diketahui pola dan perilaku keberagaman dalam masyarakat setempat.

3.   Feedback yaitu umpan balik yang akan menentukan pengaruh positif atau negatifnya aktivitas dakwah setelah di konversi dengan menggunakan analisis SWOT (analisa tentang Strenght : kekuatan, Weakness : kelemahan, Opportunity : kesempatan dan Threat : ancaman).

4.   Lingkungan yaitu kondisi masyarakat yang berbudaya yang berinteraksi dengan aktivitas dakwah hingga sampai saat ini masih terus dan tidak akan berhenti.

Dalam komunikasi ada tiga unsur penting yang selalu hadir dalam setiap komunikasi, yaitu sumber informasi (receiver), saluran (media), dan penerima informasi (audience).

1.   Sumber informasi adalah seseorang atau institusi yang memiliki bahan informasi (pemberitaan) untuk disebarkan kepada masyarakat luas.

2.   Saluran adalah media yang digunakan untuk kegiatan pemberitaan oleh sumber berita, berupa media interpersonal yang digunakan secara tatap muka maupun media massa yang digunakan untuk khalayak umum.

3.   Audience adalah perorang atau kelompok orang dan masyarkat yang menjadi sasaran informasi atau yang menerima informasi.

Selain itu, terdapat unsur lain yang terpenting juga dalam komunikasi yaitu aktifitas memaknai informasi yang disampaikan oleh sumber informasi dan pemaknaan yang dibuat oleh audience terhadap informasi dan pemaknaan yang dibuat oleh audience terhadap informasi yang diterimanya. Pemaknaan terhadap informasi bersifat subyektif dan kontekstual.

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang mempunyai kebudayaan yang berbeda baik dari segi ras, etnik, dan sosio ekonomi. Berikut beberapa unsur komunikasi antar budaya yang meliputi :

1.   Manusia; Dalam proses komunikasi manusia tentunya melibatkan beberapa orang yang masing-masing memiliki dua peran sekaligus yaitu sebagai sumber pesan dan sebagai penerima pesan.

2.   Pesan; berupa pesan verbal dan pesan nonverbal sebagai bentuk dari gagasan atau ide, pemikiran, ataupun perasaan yang sumber pesan ingin sampaikan atau komunikasikan kepada orang lain atau sekelompok orang yakni penerima pesan. 

3.   Media; saluran atau media yang menjadi alur pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan.

4.   Feedback; tanggapan yang diberikan oleh penerima pesan yang berupa tanggapan verbal ataupun tanggapan nonverbal. 

5.   Kode; sebuah susunan sistematis dari simbol-simbol yang digunakan untuk menciptakan makna di dalam pikiran orang atau orang lain.

6.   Encoding dan Decoding; Encoding didefinisikan sebagai sebuah proses mengartikan atau menyandi sebuah ide atau pemikiran ke dalam sebuah kode. Decoding adalah proses memberikan makna terhadap ide atau pikiran.

7.   Gangguan; segala bentuk interferensi dalam proses encoding dan decoding yang mengurangi kejelasan sebuah pesan. 

 

G. Aktivitas Komunikasi Lintas Budaya Verbal Dan Nonverbal dalam Ilmu Ad-Dakwah

Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris “communication” berasala dari kata latin “communication” yang bersumber dari kata communis yang memiliki arti sama makna. Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar melalui sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyal maupun perilakuk atau tindakan. Pesan tersebut dapat berupa perilaku verbal seperti ucapan, maupun nonverbal seperti ekspresi wajah. Sedangkan kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Masalah budaya dan komunikasi atau hubungan antarbudaya dan komunikasi adalah sangat penting dipahami, karena salah satu yang ingin dihindari terjadinya persepsi yang keliru atau pemberian makna yang berbeda pada objek sosial atau suatu pristiwa. Komunikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi: apa makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaimana cara mengkomunikasikannya (verbal dan nonverbal), kapan mengkomunikasikannya. Seorang komunikator yang baik adalah mereka yang memiliki kemampuan berbahasa (verbal dan nonverbal) yang dipahami oleh komunikannya.

Secara umum kata dakwah yang berasal dari bahasa arab yang mempunyai arti seruan, ajakan, panggilan. dakwah merupakan upaya atau perjuangan untuk menyampaikan ajaran agama yang benar kepada umat manusia dengan cara yang simpatik, adil, jujur, tabah dan terbuka, serta menghidupkan jiwa mereka dengan janji-janji Allah SWT tentang kehidupan yang membahagiakan, serta menggetarkan hati mereka dengan ancaman Allah SWT terhadap segala perbuatan tercela, melalui nasehat dan peringatan. Komunikasi dakwah adalah proses penyampaian informasi atau pesan dari seseorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau sekelompok orang lainnya yang bersumber dari al-Quran dan hadist dengan menggunakan lambang-lambang baik secara verbal maupun nonverbal dengan tujuan untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain yang lebih baik sesuai ajaran Islam, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media.

1.   Aktivitas Komunikasi Lintas Budaya Verbal dalam Dakwah

Komunikasi verbal yaitu komunikasi yang menggerakkan symbol-simbol atau kata-kata yang dinyatakan secara lisan maupun tulisan. Simbol verbal bahasa tersebut merupakan pencapaian manusia paling impresif. Menurut Paulette J. Thimas, komunikasi verbal adalah penyampaian dan penerimaan pesan dengan menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Lambang verbal adalah semua lambang yang digunakan untuk menjelaskan pesan-pesan dengan memanfaatkan kata-kata (bahasa). Komunikasi verbal dapat dibedakan atas komunikasi lisan dan tulisan. Komunikasi lisan dapat mendefinisikan sebagai proses dimana seseorang berbibacara berinteraksi secara lisan dengan mendengar untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Deddy Mulyana memberikan beberapa faktor pembeda dalam komunikasi lintas budaya. Dalam bahasa verbal, misalnya orang China, mereka terkenal tidak terlalu banyak bicara. Hal itu tidak terlepas dari orang-orang di belakangnya semacam Kong Hu Cu yang mengatakan Gentlemen sebaiknya cepat bertindak namun lambat bicara. Hal tersbut sangat berbeda dengan di Amerika, dimana di negara itu beranggapan bahwa orang yang gemar bicara disebut orang yang menarik.

Menurut Khalid Muhammad Khalid, istilah yang dimaksud dengan komunikasi verbal adalah ketika seseorang hendak berkata-kata, maka jangan sampai menyakiti hati tanpa memperdulikan siapakah orangnya; walaupun kata-kata itu benar dan nyata sebagaimana halnya cacat dan keganjilan yang terdapat pada diri seseorang, maka kata-kata yang demikian itu berarti memperkosa keadilan dan berusaha menyingkirkan keadilan. Pada zaman Nabi bahwa komunikasi verbal berati berbicara dengan lisan, maka wajar bila beliau memperingatkan akan bahaya lidah. Namun berdasarkan periode perkembangan zaman, dengan melesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kata-kata tidak hanya disampaikan dengan lidah, namun juga mengalir melalui mata pena, layar monitor, surat kabar, majalah, dan media sosial. Maka esensi daripada peringatan Nabi itu sebenarnya bukanlah lidah itu sendiri, tetapi adalah kata-kata, dengan cara apapun “ia” dan “itu” disampaikan. Oleh kerana itu, segala fitnah, berita bohong (hoax), mengumpat, mencela, dan yang sejenis dengan itu merupakan bagian dari praktek dan perilaku jahat yang mengandung kejahatan.

2.   Aktivitas Komunikasi Lintas Budaya NonVerbal dalam Dakwah

Komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan menggunakan gerak tubuh, sikap tubuh, vokal bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan. Atau dapat juga dikatakan bahwa semua kejadian di sekeliling situasi komunikasi yang tidak berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan atau dituliskan. Komunikasi nonverbal sebagai proses pertukaran pikiran dan gagasan dimana pesan yang disampaikan berupa isyarat ekspresi wajah, pandangan mata, gerakan tubuh, sentuhan dan diam, atau dapat diartikan juga sebagai komunikasi tanpa kata-kata. Komunikasi antarbudaya pada intinya adalah tindakan nonverbal antar pelaku komunikasi. Yang dimana ekspresi keintiman, kekuaasaan, dan status antar pelaku komunikasi secara khas dibentuk melalui paralinguistik, isyarat, kedekatan, sentuhan dan sebagainya. Kerumitan bahasa nonverbal memang sangat pelik. Sebab manusia mampu memnampilkan kira-kira 1000 postur tubuh yang maknanya berbedabeda. Contoh misalnya orang jepang menghormati orang dengan membungkuk, namun bagi orang amerika, membungkuk ala jepang itu menjengkelkan, karena secara konotatif bermakna formalitas, aristokrasi dan penolakan nonverbal atas kesederajatan. Sedangkan, di indonesia, menggunakan tangan kiri untuk menunjuk atau menerima sesuatu dianggap tidak sopan, sedangkan di negara barat, hal itu sudah biasa. Banyak lagi contoh-contoh yang lainnya.

Menurut Jalaludin Rakhamat pesan dakwah.non verbal, yaitu pesan dakwah yang disampaikan melalui tulisan. Dalam melakukan pendekatan kepada audiennys Jalal menggunkan beberapa pendekatan. Yaitu, persuasive dan koersif. Adapun sifat dari pesan dakwah yaitu Qaulan sadidan (perkataan yang benar), qawlan balighan (perkataan, sampai), Qawlan maysura, Qawlan layyinan, Qawlan ma’rufan. Kata kunci ini yang menjadikan dasar kesamaan pemikiran Jalaluddin Rakhat baik dalm bidang komunikasi ataupun dalm bidang dakwahnya. Perubahan tingkah laku akibat proses dari komunikasi atau dakwah tersebut adalah respon dari objek. Respon yang ditanggapi secara positif akan melahirkan tingkah laku atau sikap sesuai dengan yang direncanakan oleh komunikator ataupun da’i. adapun respon negative adalah proses perlawanan sikap komunikan atau mad’u terhadap tujuan yang akan dicapai. Secara sederhana respon merupakan proses reaksi dari aksi yang disampaikan oleh seseorang yang dilakukan baik secara sadar atau tidak sadar.

 

H. Hambatan Komunikasi Lintas Budaya dalam Dakwah Multikultural Moderen

Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia. Kehidupan manusia akan tampak "hampa" atau tiada kehidupan sama sekali apabila tidak ada komunikasi. Karena tanpa komunikasi, interaksi antarmanusia, baik secara perorangan, kelompok ataupun organisasi tidak mungkin dapat terjadi. Sedangkan, Komunikasi Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan keislaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal ini tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika). Pesan-pesan keislaman yang disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi akidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan). Pesan-pesan keislaman yang disampaikan tersebut disebut sebagai dakwah.

Dakwah merupakan proses kegiatan mengajak, menyeru yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’u untuk selalu konsisten di jalan Allah. Di dalam proses berdakwah ini tentu saja banyak aspek yang harus diperhatikan agar proses dakwahnya berhasil tidak terkecuali aspek psikologis yang baik seorang da’i saat berkomunikasi dengan mad’u. Tipe dakwah dalam komunikasi lintas budaya, dakwah terdapat 6 tipe yaitu :

1.   Dakwah Nafsiyah; dakwah kepada diri sendiri (interpersonal) sebagai upaya untuk memperbaiki diri/membangun kualitas dan kepribadian diri yang Islami.

2.   Dakwah Fardiyah; proses ajakan atau seruan kepada jalan Allah yang dilakukan oleh seorang da’i kepada perorangan (interpersonal) yang dilakukan secara langsung tatap muka/tidak tatap muka yang bertujuan untuk membuat mad’u lebih baik dan diridhai Allah.

3.   Dakwah Fi’ah; dakwah yang dilakukan seorang da’i terhadap kelompok kecil dalam suasana tatap muka bisa berdialog serta respon mad’u terhadap da’i dan pesan dakwah yang disampaikan dapat diketahui seketika.

4.   Dakwah Hizbiyah (jamaah); dilakukan oleh da’i yang mengidentifikasi dirinya dengan atribut suatu lembaga/organisasi dakwah tertentu kemudian mendakwahi anggotanya atau orang lain di luar anggota tersebut.

5.   Dakwah Ummah; proses dakwah yang dilaksanakan pada mad’u yang bersifat massa (masyarakat umum).

6.   Dakwah Syu’ubiyah Qabailiyah (antar suku bangsa); proses dakwah yang berlangsung dalam konteks antar bangsa, suku dan budaya.

Hambatan komunikasi antarbudaya (intercultural communication barriers) adalah faktor-faktor baik fisik maupun psikologis yang dapat mencegah atau menghalangi terjadinya komunikasi yang efektif. Hambatan tersebut muncul dalam setiap bentuk atau konteks komunikasi, termasuk salah satunya komunikasi antarbudaya. Hal ini dapat disebabkan karena kebudayaan menyediakan cara-cara berpikir bagi manusia; cara melihat, mendengar, dan menerjemahkan dunia sehingga satu kata dapat dimaknai berbeda oleh orang-orang yang berbeda kebudayaan, bahkan meski mereka berbicara dalam bahasa yang sama. Adapun faktor penghambat dalam komunikasi antarbudaya yang telah dikemukakan oleh para ahli, diantaranya yakni :

1.   Andaian kesamaan

Kesalahpahaman dapat muncul karena kita sering berpikir bahwa ada kesamaan di antara setiap manusia di seluruh dunia yang dapat membuat proses berkomunikasi menjadi mudah. Padahal kenyataannya, bentuk-bentuk adaptasi terhadap kebutuhan baik biologis maupun sosial serta nilainilai, kepercayaan, dan sikap di sekeliling kita adalah sangat berbeda antara budaya satu dengan yang lain.

2.   Perbedaan bahasa

Permasalahan dalam penggunaan bahasa adalah apabila seseorang hanya memperhatikan satu makna saja dari satu kata atau frasa yang ada pada bahasa baru, tanpa mempedulikan konotasi atau konteksnya.

3.   Kesalahan interpretasi nonverbal

Orang-orang dari budaya yang berbeda mendiami realitas sensori yang berbeda pula. Mereka melihat, mendengar, dan merasakan hanya pada apa yang dianggap bermakna bagi mereka.

4.   Stereotip dan Prasangka

Stereotip merupakan penghalang dalam komunikasi sebab dapat mempengaruhi cara pandang yang objektif terhadap suatu stimulus. Stereotip muncul karena, telah ditanamkan dengan

kuat sebagai mitos atau kebenaran sejati oleh kebudayaan seseorang dan terkadang merasionalkan prasangka.

5.   Kecenderungan untuk menghakimi/menila

          Kecenderungan untuk menghakimi, untuk menerima, atau menolak pernyataan dan tindakan dari orang atau kelompok lain, sebelum memahami pikiran dan perasaan yang disampaikan oleh orang itu sesuai sudut pandangnya.

6.   Kecemasan tinggi

Orang yang cakap atau kompeten dalam berkomunikasi antarbudaya, seseorang harus mampu mengatasi berbagai masalah yang ada, termasuk rasa khawatir atau cemas ketika berinteraksi dengan individu dari budaya yang berbeda.

 

I.    Budaya Dan Kearifan Dakwah

Menurut Koentjaraningrat bahwa “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, sehingga menurutnya kebudayaan dapat diartikan sebagai hal- hal yang bersangkutan dengan budi dan akal, ada juga yang berpendapat sebagai suatu perkembangan dari majemuk budidaya yang artinya daya dari budi atau kekuatan dari akal. Beberapa tokoh antropolog megutarakan pendapatnya tentang unsur-unsur yang terdapat dalam kebudayaan, Bronislaw Malinowski menngatakan ada empat unsur pokok dalam kebudayaan yang meliputi :

1.   Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.

2.   Organisasi ekonomi

3.   Alat- alat dan lembaga atau petugas- petugas untuk pendidikan

4.   Organisasi kekuatan politik

Dakwah secara bahasa berasal dari kata دعا – يدعو - دعوه berarti panggilan, seruan dan ajakan. Sedangkan menurut istilah, dakwah adalah usaha usaha meneruskan dan menyampaikan kepada perorangan dan umat. Pada hakikatnya, Dakwah Antar budaya adalah upaya aktualisasi iman yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kehidupan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara berpikir, merasa, bersikap dan berperilaku manusia pada dataran individual maupun sosiokultural dalam rangka mewujudkan ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu. Dalam dakwah, unsur dakwah meliputi dai, mad’u, metode, materi, media. Dan dalam komunikasi, unsurnya dalah komunikator, komunikan, pesan, media, dan efek. Keduanya hampir sama maknanya, hanya saja dalam unsur dakwah, efek tidak dicantumkan. Metode yang digunakan dalam berdakwah adalah dakwah bil hikmah, dakwah bil hikmah dilakukan dengan cara yang arif dan bijaksana, yaitu melalui pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan, mapun konflik. Inilah yang bisa diterapkan dalam konsep dakwah lintas budaya.

Hubungan antara budaya dengan dakwah juga sama–sama mempelajari/membahas tentang manusia dengan segala budaya yang dimilikinya, manusia sebagai makhluk sosial dan dakwah obyeknya juga manusia baik individu maupun dalam kelompok. Oleh karena itu, dakwah Islam mempunyai kaitan simbiosis dengan budaya, di mana nilai-nilai Islam dapat dipadukan. Namun halnya ini perlu adanya konsep dakwah yang strategis, dengan pengelolaan secara profesional yang mampu mengakomodasi segala permasalahan sosial. Sebagai media, budaya mempunyai proyeksi yang mengarah pada pencapaian kesadaran kualitas keberagamaan Islam, yang pada gilirannya mampu membentuk sikap dan perilaku islami yang tidak menimbulkan gejolak sosial, tetapi justru semakin memantapkan perkembangan sosial. Sedangkan sebagai sasaran dakwah, budaya diarahkan pada pengisian makna dan nilai-nilai islami yang integratif ke dalam segala jenis budaya yang dikembangkan. Contoh berdakwah dengan menggunakan budaya memang telah diawali oleh para wali yang pertama kali menyebarkan Islam di pulau Jawa.

Usaha dakwah antar budaya ini mencakup beberapa sendi yang sangat luas, hal ini dapat berlangsung dengan baik bila kita mau menjaga keharmonisan dan sikap toleransi antar budaya. Untuk mewujudkan keberlangsungan dakwah antar budaya ini tentunya yang perlu kita lakukan adalah tindakan-tindakan sikap, perilaku yang sudah terprogram secara baik dan dikerjakan sesuai dengan rencana yang matang, tidak dengan asal melakukan. Misalnya kita melakukan perencanaan, penyelenggaraan berdakwah dengan cara bagaimana agar dakwah kita tidak menyinggung perasaan bagi mereka yang tidak satu keyakinan dengan kita, begitu pula sebaliknya kita juga tidak mengganggu dan mengejek ibadah mereka sebatas mereka juga tidak mengganggu dengan ibadah yang kita lakukan. Pendekatan sosial dan budaya yang diterima oleh masyarakat luas. Memperhatikan ruang dan waktu, topik-topiknya aktual, menyentuh kebutuhan dasar mad’u dan isu-isu terkini dalam masyarakat. Teori-teori dakwah antar budaya berusaha mengetahui karakter budaya suatu masyarakat merupakan kunci utama dalam memahami dan mengembangkan dakwah antar budaya.

Kekuatan nilai-nilai dakwah antar budaya maupun segala sumber daya budaya yang ada akan membentuk dan mempengaruhi pula tingkah laku. Oleh karena setiap individu memiliki lingkungan sosial antar budaya yang saling berbeda dengan yang lain, maka situasi ini menghasilkan karakter sosial budaya setiap individu bersifat unik, khusus, dan berbeda dengan orang lain dan itu yang kita sebut Dakwah dalam perspektif dakwah antar budaya, meskipun berasal dari keluarga yang sama, karakter seseorang tidaklah sama persis dengan anggota keluarga lainnya karena lingkungan budayanya tidak terbatas pada keluarga, melainkan mencakup teman sebaya, masyarakat, sekolah, media massa, dan sebagainya.


BAB III

KESIMPULAN

 

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan semakin maju dan beradab perkembangan masyarakat akan menempatkan dakwah pada posisi yang dihadapkan pada berbagai tantangan dan problematika yang semakin kompleks. Multikulturalisme dalam agama maupun budaya merupakan keniscayaan yang tidakbisa dibantah. Orang mengajak melestarikan lingkungannya, mencintai dan menyayangi sesama manusia, saling menghargai dan menghormati, kompetisi sehat dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya.

Dalam dakwah dilakukan untuk membimbing umat. Aktivitas dakwah pada era sekarang dituntut melakukan upaya-upaya dan pendekatan-pendekatan dakwah yang lebih bisa mengayomi dan mempertimbangkan budaya-budaya masyarakat danberpijak pada nilai-nilai universal kemanusiaan. Dakwah seharusnya dilakukan dengan cara-cara dan strategi yang lebih terencana, konseptual dan terus-menerus (continue) dan terus meningkatkan pendekatan-pendekatan yang lebih ramah tanpa mengubah maksud dan tujuan dakwah.


DAFTAR PUSTAKA


Buku/E-Book

Ali, H. Baharuddin. "Prinsip-Prinsip Dakwah Antarbudaya." Jurnal Berita Sosial, Edisi I, 2013.

Aripudin, Acep. Dakwah Antarbudaya. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012.

Baidhawy, Zakiyyudin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta : Erlangga, Tt.

Effendi, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung : Rosda Karya, 1999.

Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori & Praktek. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009.

Ilahi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010.

Ismail, Ilyas. FILSAFAT DAKWAH : Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam. Jakarta

: Kencana, 2011.

Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,

1993.

Kusmanto, Tohir Yuli. Gerakan Dakwah di Kampus, Riwayatmu Kini. Semarang : Lembaga

Penelitian IAIN Walisongo, 2012.

Liliweri, Alo. PRASANGKA & KONFLIK: komunikasi lintas budaya masyarakat multikultur.

Yogyakarta : LKiS, 2009.

Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara, 2005.

Mulyana, Dedy. Jalaludin Rachmat. Komunikasi Antar Budaya. Bandung : Rosdakarya, 2001.

Muriah, S. Metodologi Dakwah Komntemporer. Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2000.

Pimay, Awaludin. Metodologi Dakwah Kajian Teoritis dan Khazanah Keilmuan. Semarang :

RaSAIL, 2006.

Purwanto, Djoko. Komunikasi Bisnis. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2011.

Puteh, Jakfar. Dakwah di Era Globalisasi. Yogyakarta : AK Group, 2006.

Rakhmat, Jalaluddin.  Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994.

Ranjabar, Jacobus dan Risman F. Sikumbank. Sistem Sosial Budaya Indonesia: Suatu Pengantar.

Bogor : Ghalia Indonesia, 2006.

Suryandari, Nikmah. Buku Ajar KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA. Surabaya : CV. Putra Media

Nusantara, 2019.

Uchjana, Onong. Ilmu Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001.

Wahid, Abdul. GAGASAN DAKWAH: Pendekatan Komunikasi Antarbudaya. Jakarta : Kencana,

2019.


Jurnal Ilmiah

Ahmad, Nur. “Mewujudkan Dakwah Antar Budaya dalam Perspektif Islam”,  AT-TABSYIR: Jurnal

Komunikasi Penyiaran Islam, Vol. 3, No. 1, 2015.

Aminullah, Aminullah, Puji Lestari, dan Sigit Tripambudi. "Model Komunikasi Antarbudaya Etnik

Madura dan Etnik Melayu." Jurnal Aspikom, Vol. 2, No. 4, 2015.

Aziz, “Multikulturalisme: Wawasan Alternatif Mengelola Kemajeukan Bangsa”, Jurnal Titik-

Temu, Vol. 2, No. 1, 2009. Kamajaya, Gede. “MENGINDONESIA TANTANGAN ETNISITAS DAN IDENTITAS BANGSA HARI INI”. diakses pada April 2021 melalui https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/3c5ad5756311e5f291b19354ea94c39a.pdf

Karim, Abdul. “Komunikasi Antar Budaya Di Era Modern”. AT-TABSYIR: Jurnal Komunikasi

Penyiaran Islam. Vol. 3, No. 2, 2015.

Khotimah, Nurul. “Faktor Pembeda Dalam Komunikasi Lintas Budaya Antara Wisatawan Asing

Dengan Masyarakat Lokal Di Desa Wisata Kandri Gunungpati Kota Semarang”. Jurnal An-Nida. Vol. 11, No. 1, 2019.

Kristanto, Yhoga Rizky. “Komunikasi Antar budaya Mahasiswa Asing”, Skripsi, Jurusan Ilmu

Komunikasi Falkutas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2016.

Kurdi, Alif Jabal. “Dakwah Berbasis Kebudayaan Sebagai Upaya Membangun Masyarakat Madani

Dalam Surat Al-Nahl: 125”. Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis. Vol. 19, No. 1, 2018.

Lagu, Marselina. “Komunikasi Antarbudaya di kalangan Mahasiswa Etnik Manado Di Universitas

SAM Ratulangi Manado”, e-journal “Acta Diurna”, vol. 5, no. 3, 2016.

Mahadi, Ujang. “Komunikasi Islam dalam Lintas Budaya”, Jurnal At-Tabsyir, Vol. 6, No. 2, 2019.

Markarma, A. “Komunikasi Dakwah Efektif Dalam Perspektif Alquran”. Hunafa: Jurnal Studia Islamika. Vol. 11, No. 1, 2014.

Moulita. “Hambatan Komunikasi Antarbudaya Di Kalangan Mahasiswa”, Jurnal Interaksi, Vol. 2,

No.1, 2018.

Muzaki, “Dakwah Islam dan Kearifan Budaya Lokal”, Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 8,

No. 1, 2017.

Regar, Philep M. Evelin Kawung dan Joanne P. M. Tangkudung. "Pola Komunikasi Antar Budaya

Dan Identitas Etnik Sangihe-talaud-sitaro (Studi Pada Masyarakat Etnik Sanger-tahuna-sitaro Di Kota Manado)”. Jurnal Acta Diurna. Vol. 3, No. 4, 2014. 

Syarifah, Masykurotus. “Budaya dan Kearifan Dakwah”, al-Balagh Jurnal Dakwah dan

Komunikasi, Vo. 1, No. 1, 2016.

Umar Latif. “Komunikasi Verbal Dalam Komunikasi Dakwah”. Jurnal At-Taujih: Bimbingan Dan

Konseling Islam. Vol. 1 No. 2, 2018.

Zaini, Ahmad. “Memahami Komunikasi Lintas Budaya Sebagai Sarana Dakwah”, Jurnal At-

Tabsyir, Vol. 5, No. 1, 2017.

Zaprulkhan, “Dakwah Multikultural”, Jurnal Dakwah dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan,

Vol. 8, No. 1, 2017.

 

Youtube

https://www.youtube.com/watch?v=ay-kxo86RFQ diakses pada tanggal 15 Mei 2021

https://www.youtube.com/watch?v=COIb7bpfdWk diakses pada tanggal 13 Juni 2021.


Komentar

Postingan Populer